By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
emmanus.comemmanus.comemmanus.com
  • Beranda
  • Berita
  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya
  • Cerita Rakyat
  • Pariwisata
Reading: Keunikan Tradisi Pemakaman di Desa Trunyan Pulau Dewata
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
emmanus.comemmanus.com
Font ResizerAa
Search
  • Berita Kategori
    • Berita
    • Profil
    • Event
    • Tradisi
    • Pariwisata
    • Cerita Rakyat
    • Warisan Budaya
Follow US
©2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
emmanus.com > Blog > Tradisi > Keunikan Tradisi Pemakaman di Desa Trunyan Pulau Dewata
Tradisi

Keunikan Tradisi Pemakaman di Desa Trunyan Pulau Dewata

Anisa Kurniawati
Last updated: 14/02/2025 07:16
Anisa Kurniawati
Share
Tradisi Mepasah yang unik ini menjadi daya tarik tersendiri bagi desa Trunyan. Foto: indonesia.go.id
SHARE

Desa Trunyan, merupakan salah satu desa adat tertua di Pulau Dewata. Daya tarik utama Desa Trunyan adalah tradisi pemakamannya yaitu Mepasah. Tradisi ini berbeda dari kebiasaan masyarakat Hindu-Bali lainnya. 

Tradisi Mepasah, dilakukan degan meletakkan jenazah di permukaan tanah dalam sebuah cekungan panjang tanpa dikubur atau dikremasi. Tradisi ini berkaitan erat dengan pohon taru menyan.

Menurut kepercayaan setempat, pohon ini mengeluarkan aroma khas sehingga mampu menghilangkan bau jenazah yang membusuk. Nama desa Trunyan sendiri berasal dari pohon ini.

Konon keberadaannya pohon ini telah menarik perhatian seorang dewi dan seorang pangeran dari Jawa, yang kemudian menjadi leluhur masyarakat setempat.

Jenis Pemakaman di Desa Trunyan

Dilansir dari Indonesia.go.id, cara pemakaman orang Trunyan sebenarnya ada dua macam:

  1. Diletakkan di atas tanah di bawah udara terbuka (exposure) atau kubur angin.
  2. Dikebumikan atau kubur tanah (inhumation).

Namun, berdasarkan status sosial, usia, serta kondisi jasad saat meninggal, masyarakat Trunyan mengenal tiga bentuk pemakaman yakini:

  • Sema Wayah yaitu pemakanan untuk orang yang meninggal secara wajar dan telah menikah, bujangan, atau perawan. Jenazah mereka diletakkan di atas tanah dalam tradisi Mepasah. Lokasi pemakaman ini hanya memiliki tujuh petak, sehingga jika ada jenazah baru, tulang-belulang dari jenazah lama akan dipindahkan ke pinggir area pemakaman.
  • Sema Nguda. Pemakaman ini diperuntukkan anak-anak dan orang yang belum menikah. Sebagian besar dimakamkan dengan cara Mepasah, tetapi bayi yang belum mencapai fase “meketus” (tanggal gigi susu) akan dikubur di dalam tanah.
  • Sema Bantas. Pemakaman ini untuk yang meninggal dengan cara tidak wajar. Misalkan seperti akibat pembunuhan, bunuh diri, atau penyakit tertentu. Jenazah mereka dikuburkan dalam tanah.

Ritual Kematian Hindu-Trunyan

Selain pemakaman, masyarakat Trunyan memiliki dua tahap utama dalam ritual kematian.

Pertama, Ngutang Mayit dilakukan segera setelah seseorang meninggal, tetapi belum cukup untuk melepaskan roh dari tubuhnya. Kedua, ritual Ngaben diperlukan sebagai tahap penyucian kedua agar roh dapat masuk ke dunia orang mati (Dalem) dan kemudian bereinkarnasi.

Menariknya, tidak semua orang memerlukan ritual Ngaben. Anak-anak dan yang belum menikah dianggap masih suci dan dapat langsung menuju surga tanpa perlu ritual penyucian tambahan.

Sebaliknya, orang yang telah menikah atau dikuburkan di Sema Bantas wajib menjalani Ngaben atau Pengabenan agar rohnya tidak gentayangan.

Pada ritual Pengabenan, di Trunyan memiliki perbedaan dengan praktik di Bali pada umumnya.

Biasanya, jenazah dibakar dalam prosesi kremasi. Namun di Trunyan dilakukan dengan simbolisasi melalui pembuatan boneka prerai. Boneka ini terbuat dari kayu cendana dan daun lontar.

Setelah upacara, prerai dari kayu cendana akan di-mepasah-kan kembali. Sementara prerai dari daun lontar dibawa pulang untuk didoakan selama setahun. Kemudian wadah yang digunakan dalam ritual ini ditenggelamkan ke Danau Batur, sehingga disebut Pengabenan dengan Tirta (Air).

Tradisi Mepasah yang unik ini menjadi daya tarik tersendiri bagi desa Trunyan. Sehingga tidak jarang wisatawan juga datang untuk melihat dan mengikuti prosesi pemakaman ini.

You Might Also Like

Menyaksikan Tradisi Adu Betis Mallanca di Sulawesi Selatan 

Upacara Jembul Tulakan, Tradisi Turun-Temurun di Jepara

Film Tulang Belulang Tulang Angkat Tradisi Batak

Desa Adat Kemiren Banyuwangi Rayakan Hari Jadi Penuh Tradisi

Tradisi Nokeso, Upacara Kedewasaan Suku Kaili Sulawesi Tengah

Sign Up For Daily Newsletter

Be keep up! Get the latest breaking news delivered straight to your inbox.
[mc4wp_form]
By signing up, you agree to our Terms of Use and acknowledge the data practices in our Privacy Policy. You may unsubscribe at any time.
Share This Article
Facebook X Copy Link Print
Share
By Anisa Kurniawati
Content Writer
Previous Article Mengenal Keunikan Rumah Gadang, Rumah Pusaka Minangkabau
Next Article Brem Madiun: Kelezatan Fermentasi Tape Ketan yang Melegenda
Leave a comment Leave a comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media

2kFollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
- Advertisement -
Ad imageAd image

Berita Terbaru

Munusa Championship Digelar di Wonosobo, Wadah Kreativitas dan Sportivitas Pelajar
Berita 30/05/2025
Indonesia dan Prancis Bangun Kemitraan Budaya untuk Pererat Hubungan Diplomatik
Berita 29/05/2025
Kodim Wonosobo dan Bulog Jemput Bola Serap Gabah Petani Sojokerto
Berita 29/05/2025
penulisan ulang sejarah Indonesia
DPR Setujui Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Target Rampung Tahun 2027
Berita 28/05/2025
- Advertisement -

Quick Link

  • Kontak Kami
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Media Siber

Top Categories

  • Profil
  • Event
  • Tradisi
  • Warisan Budaya

Stay Connected

200FollowersLike
4kFollowersFollow
2.4kSubscribersSubscribe
18kFollowersFollow
emmanus.comemmanus.com
Follow US
© 2024 PT Emma Media Nusantara. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Nama Pengguna atau Alamat Email
Kata Sandi

Lupa kata sandi Anda?