Kepulauan Raja Ampat berada di bagian barat Papua, dikenal sebagai salah satu surga wisata di Indonesia. Terdiri dari 4 gugus pulau, Raja Ampat disebut sebagai surga kekayaan biota laut.
Dibalik keindahannya, Kepulauan Raja Ampat memiliki legenda asal-usulnya sendiri, yaitutentang kisah empat bersaudara yang menjadi raja atas masing-masing pulau.
Penemuan Enam Butir Telur
Dirangkum dari sumber indonesiakaya.com, dahulu kala, ada sepasang suami istri di tanah Papua yang tak kunjung di karuniani seorang anak. Keduanya tak kenal lelah tetap berdoa pada Tuhan setiap siang dan malam. Suatu hari, suami istri tersebut pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar.
Setelah lama mencari, persediaan kayu mereka masih kurang. Karena kelelahan, pasangan pitu beristirahat sejenak di tepi sungai yang bernama Sungai Waikeo. Tak sengaja, mata sang suami tertuju pada sebuah lubang besar di sisi lain tepi sungai. Dia melihat ada enam butir telur besar.
Keduanya lantas sepakat membawa pulang telur-telur itu untuk dijadikan persediaan makanan. Setibanya di rumah, keenam telur itu disimpan dengan baik. Keesokan harinya, mereka terkejut ketika hendak menyiapkan hidangan, telur-telur tersebut justru menetas menjadi anak manusia.
Baca juga: Legenda Pesut Mahakam dan Kisah Ibu Tiri Yang Kejam
Dari enam butir telur, empat menetas menjadi anak laki-laki, satu orang anak perempuan, dan yang satu lagi mengeras menjadi sebuah batu. Suami istri ini amat senang mendapatkan anak dan merasa doanya telah dikabulkan Tuhan.
Keempat anak laki-laki diberi nama War, Betani, Dohar, dan Mohamad. Sementara, sang anak perempuan diberi nama Pintolee. Kelima anak itu semakin dewasa. Mereka dikenal sebagai anak-anak yang rajin bekerja dan berbakti.
Lahan pertanian yang mereka kerjakan menjadi makmur dan berkembang sampai ke empat pulau besar di sekitar Teluk Kabui. Tanggung jawab yang diberikan orang tua selalu mereka kerjakan dengan baik. Hal ini membuat ayah dan ibu merasa sangat bangga.
Perginya Pintolee
Suatu ketika sang ayah menyiapkan sebuah rencana besar untuk anak-anaknya. Akan tetapi, terjadi sesuatu yang membuat satu keluarga kecewa. Pintolee jatuh hati dengan seorang pemuda yang tidak disenangi oleh keluarganya.
Akhirnya, dengan berat hati Pintolee meninggalkan saudara-saudara dan kedua orang tuanya. Pintolee berlayar menaiki cangkang kerang besar yang terdampar hingga membawanya dan pemuda pilihannya di Pulau Numfor.
Baca juga: Putri Dampali yang Diasingkan Cerita Rakyat Sulawesi Selatan
Empat Raja
Tahun silih berganti, sang ayah kian renta. Suatu hari sang ayah memanggil keempat anak laki-lakinya untuk membagikan warisan. Mereka diberi hadiah sebuah pulau. War diberi Pulau Waigeo, Betani diberi Pulau Salawati, Dohar diberi Pulau Lilinta, dan Mohamad diberi Pulau Waiga.
Sang ayah berpesan agar mereka selalu menjaga pulau warisan itu. Keempat anak-anak itu kemudian pergi dan menetap di masing-masing pulau yang telah diberikan sang ayah. Hingga sang ayah meninggal, mereka tetap menaati janji mereka terhadap ayahnya.
Keempat anak menjadi raja di masing-masing pulau. Penduduk sekitar hidup bahagia dan sejahtera, dan pulau-pulau juga tumbuh subur dan makmur. Dari sinilah kemudian lahir nama Raja Ampat. Empat orang raja yang berkuasa atas gugusan pulau yang subur dan sejahtera.
Batu Telur Raja
Sementara itu, sebutir telur yang menjadi batu, sampai hari ini masih dirawat dan dijaga penduduk setempat. Batu itu juga diperlakukan masyarakat sekitar layaknya seorang raja. Batu yang hingga kini masih di simpan di Situs Kali Raja itu diberi nama Batu Telur Raja.
Bahkan, penduduk memberikan ruangan tempat bersemayam, lengkap dengan dewa penjaga di pintu masuk. Wujudnya yaitu dua batu tegak atau menhir yang diberi nama Man Moro dan Man Metem Untuk menjaga kesuciannya, batu ini hanya dapat dilihat setahun sekali pada saat upacara penggantian kelambu dan pemandian yang hanya boleh dilakukan oleh keturunan raja.