Masyarakat Dayak memiliki kemahiran membuat karya seni ukir patung tradisional yakni Sapundu.
Seni ukir ini menjadi bagian penting dalam upacara atau ritual Tiwah, yang merupakan ritual kematian masyarakat Dayak Ngaju, penganut Kaharingan di Kalimantan Tengah.
Kekayaan seni budaya suku Dayak yang telah diwariskan dari generasi ke generasi bernama Sapundu ini berupa patung kayu yang berbentuk tiang. Bentuk Sapundu bervariasi,berupa patung dengan ukiran dan ornamen khas Dayak.
Tiang Pengorbanan Upacara Tiwah
Sapundu, atau tiang pengorbanan, adalah elemen wajib dalam upacara Tiwah. Upacara ini bertujuan untuk mengantar arwah menuju tempat tertinggi asal mereka.
Bagi penganut Kaharingan, Sapundu adalah bentuk penghormatan terhadap roh orang yang telah meninggal. Patung ini dianggap sebagai benda sakral yang dikeramatkan dan hanya dibuat saat keluarga melaksanakan ritual Tiwah.
Secara fisik, Sapundu berbentuk tiang yang biasanya terbuat dari kayu ulin. Kayu ini diukir untuk menggambarkan sosok atau kebiasaan leluhur yang di-Tiwah-kan. Sapundu ini menggambarkan karakter manusia.
Bagi pemeluk Agama Kaharingan, sapundu memiliki hubungan timbal balik. Misalkan jika sapundu memiliki karakter kurang baik, maka dikaitkan dengan sifat manusia pada masa hidupnya.
Menurut sumber lain, sapundu biasanya berbentuk patung laki-laki atau perempuan. Nantinya, patung ini digunakan untuk mengikat hewan-hewan yang akan dikurbankan dalam upacara tiwah.
Hewan kurban ini menjadi media pengantar arwah leluhur menuju kehidupan abadi. Cara pengorbanan hewan ini dengan diikat di Sapundu dan ditombak bergantian keluarga almarhum.
Ukuran Tingkatan Sosial
Selain sebagai media pengorbanan, Sapundu juga digunakan untuk mengukur tingkatan sosial seseorang dalam masyarakat.
Di sisi lain Sapundu memiliki nilai magis dan eksotisme yang tinggi. Karakternya bersifat resiprokal atau saling berbalas yang menggambarkan sifat manusia.
Motif ukiran pada Sapundu umumnya menggambarkan manusia, meskipun tidak ada aturan adat yang ketat mengenai motif ini.
Kayu ulin, yang dianggap memiliki kekuatan luar biasa, biasanya digunakan sebagai bahan utama.Hal ini dikarenakan masyarakat Dayak Ngaju lebih familiar dengan kayu ini dibandingkan kayu lainnya.
Sebagai seni ukir tradisional, Sapundu tidak hanya berfungsi sebagai elemen upacara, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualitas Suku Dayak di Kalimantan Tengah. (Dari berbagai sumber)