Topeng Malangan atau biasa juga disebut wayang topeng malangan, konon merupakan salah satu kesenian yang sudah ada sejak jaman kekuasaan kerajaan Kediri. Kesenian ini mengambil penokohan dari cerita-cerita Mahabarata, Ramayana, serta cerita-cerita Panji dan Menak.
Mulanya, tari ini berasal dari Kerajaan Kediri yang dipimpin Airlangga atau Resi Jatayu, kerajaan ini nantinya menjadi cikal balak berdirinya Kerajaan Singosari, yang membuat tarian ini menjadi lebih berkembang.
Perkembangan wayang topeng di Malang sendiri dimulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda yang menduduki Kerajaan Singosari pada 1767. Kemudian, wilayah itu menjadi salah satu kabupaten di wilayah Karesidenan Pasuruhan.
Bukti keberadaan wayang topeng disebutkan pada laporan Pigeaud (1938), yang pada saat itu Malang dipimpin Adipati Ario Suryodiningrat. Berdasarkan informasi Pigeaud disebutkan, pada 1928, Kabupaten Malang memiliki 21 koleksi topeng. Pemain topeng yang terkenal berasal dari Desa Pucangsongo di Kecamatan Tumpang.
Pada tahun 1930-an, salah seorang pembuat topeng terbesar bernama Reni memimpin rombongan wayang topeng terbaik pada masanya. Pada masa itu, pertunjukan topeng mencapai puncaknya. Hal ini membuat kesenian topeng tersebar di banyak tempat, seperti Wajak, Dampit, Ngajum, dan lainnya.
Tokoh lainnya, ada Kusnan Ngaisah dari Bakalan, Krjanan. Namun, pada 1960-an dia berhenti menjadi penari, pengukir, dan pemimpin wayang di desanya. Hal ini dikarenakan dengan berkesenian saja tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, karena tersaingi dengan kepopuleran pertunjukan ludruk pada masa itu.
Sepanjang 1980- 1990-an, berbagai kalangan dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga lainnya mulai kembali menampilkan pertunjukan wayang topeng Malangan. Namun, pada akhir 2000-an perkumpulan kesenian ini mulai berkurang dan tidak aktif.
Baca juga: Tari Topeng Patengteng, Tradisi Kawinkan Sumber Mata Air
Makna Topeng Malangan
Menurut penulis Buku Henri Supriyanto, Wayang Topeng Malangan dipengaruhi pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Hal tersebut dapat dilihat dari cara kesenian ini mengambil cerita-cerita dari India, seperti kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana.
Pada mulanya, tari topeng merupakan dari acara persembahyangan. Selain itu, penggunaan wayang dinilai dapat mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit mendapatkan riasan, untuk mempermudah, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya.
Saat kekuasaan Kertanegara di Singosari, wayang topeng ceritanya digantikan dengan cerita-cerita Panji. Cerita mengisahkan kepahlawanan dan kebesaran kesatria Jawa, terutama masa Jenggala dan Kediri. Di Singosari cerita direkonstruksikan menjadi kebutuhan untuk membangun kekuasaan Singosari yang mulai berkembang.
Pada masa itu, pertunjukan ini dipakai sebagai media komunikasi antara kawula dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Pada saat agama Islam masuk, cerita berkembang menampilkan kisah Islam. Cerita menak Jinggo adalah salah satunya.
Baca juga:Sejarah dan Variasi Kesenian Jaranan di Kediri
Topeng Malangan memiliki ciri khas tersendiri, seperti pemaknaan pada bentuk hidung, mata, bibir, dan warna topeng. Pada umumnya, topeng tersebut menggunakan warna dasar seperti merah, hijau, kuning, putih, dan hitam.
Setiap pewarnaan tersebut mewakili sifat jujur untuk putih, kemuliaan untuk kuning, keberanian untuk merah, kebijaksanaan untuk hitam. Bila dulunya kesenian ini bersifat religius dan sebagai media komunikasi, kini tari topeng malangan biasanya ditampilkan dalam acara seperti pernikahan, menyambut tamu penting, acara kebudayaan dan lainnya. (Dari berbagai sumber)