Gasdeso atau “Perang Nasi” merupakan tradisi sedekah bumi yang digelar warga Desa Jiken, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Acara ini memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat setempat, yang memanfaatkannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah, kesuburan tanah, dan keberkahan hidup.
Gasdeso dilakukan sekali setahun dan menarik perhatian warga dari berbagai kalangan untuk ikut serta dalam tradisi yang berlangsung sejak zaman leluhur mereka. Prosesi Gasdeso diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa, Mbah Modin Munib, di bawah pohon Meh, pohon besar yang dipercaya memiliki nilai historis dan spiritual.
Mbah Modin, yang dihormati di desa tersebut, menekankan pentingnya kehadiran pohon ini bukan sebagai objek pemujaan, melainkan tempat berkumpulnya warga dalam doa yang ditujukan kepada Tuhan.
Pohon Meh dianggap sebagai simbol keberkahan yang memberikan perlindungan dan rasa damai bagi masyarakat. Dalam doa, Mbah Modin memohon agar desa selalu diberkahi dengan hasil panen yang baik dan lingkungan yang aman. Setelah doa, warga berkumpul untuk memulai bagian unik dari acara ini, yakni “Perang Nasi”.
Nasi yang telah dibungkus dengan daun jati disiapkan oleh masing-masing keluarga dan dibawa ke pohon Meh, tempat nasi-nasi ini ditumpuk menjadi satu. Tradisi ini tidak mengharuskan jenis lauk tertentu, sehingga setiap warga bebas menyajikan lauk sesuai kemampuan mereka, menjadikan acara ini juga sebagai cerminan keragaman dan kebersamaan.
Usai doa, warga mulai saling melempar nasi bungkus ini, suatu simbolisasi dari keceriaan, syukur, dan semangat berbagi kebahagiaan di antara warga. Warga meyakini bahwa nasi yang dilemparkan tersebut membawa berkah, sehingga acara ini menjadi wujud nyata dari ngalap berkah atau memperoleh berkat bagi seluruh masyarakat.
Lemparan nasi tidak diartikan sebagai bentuk pemborosan atau pertengkaran, melainkan sebagai wujud sukacita, di mana kebahagiaan dan rasa syukur dirasakan bersama.
Acara kemudian diakhiri dengan pembagian nasi kepada warga yang hadir sebagai simbol berbagi rezeki antar masyarakat. Bagi warga, membawa pulang nasi dari acara ini diyakini membawa keberuntungan dan kebahagiaan bagi keluarga.
Setelah prosesi utama selesai, suasana perayaan berlanjut dengan doa bersama dan penampilan hiburan tradisional seperti musik dangdut, pertunjukan barongan (kesenian tradisional Blora), pengajian, dan hiburan lain yang turut menyemarakkan suasana dan menguatkan kebersamaan. (Sumber: blorakab.go.id)