Masjid Agung Rembang, berlokasi di pusat kota di Jalur Pantura, tepatnya Kutoharjo, Rembang. Masjid ini termasuk kompleks makamnya merupakan cabar budaya yang dibangun tahun 1814 M oleh Adipati Condrodiningrat.
Dinobatkan sebagai masjid tertua yang ada di Rembang , Masjid Agung Rembang ini memiliki riwayat sejarah yang panjang sejak era penjajahan Belanda. Masjid ini berada di kawasan yang menyatu dengan rumah dinas Bupati (sekarang Museum RA Kartini), alon-alon kota Rembang.
Di masa lampau, bangunan ini dibuat dari bahan kayu seadanya. Karena konstruksinya yang mulai rapuh akhirnya dilakukan renovasi. Tercatat masjid ini telah mengalami 6 kali pemugaran. Meski mengalami pemugaran, namun bangunan induk masih dijaga keasliannya.
Arsitekturnya sendiri menggabungkan antara Timur Tengah dengan Islam. Terdiri dari dua lantai, bangunan ini juga menggunakan arsitektur khas Jawa. Misalnya atap limasan bersusun tiga, ukiran tradisional kayu di jendela, tiang, pagar, dan lain-lain. Selain itu, ada juga jam yang mengudung bentuk piramida dan mengadopsi seni arsitektur dari Timur Tengah.
Kompleks Pemakaman Masjid Agung
Sebagaimana model masjid kuno, bangunan ini juga memiliki kompleks pemakanan yang berada di belakang masjid, sebelah barat.
Bangunan ini berbentuk segi delapan model arsitektur Eropa yang cukup megah yang berpusat pada lima buah makam yang ada di dalamnya.
Kompleks makam ini terkenal dengan sebutan makam Pangeran Sedolaut (Pangeran Sekarlaut), meskipun di dalamnya terdapat makam lain yang secara berjajar dari barat ke timur. Di pemakaman tersebut terdapat makam Adipati Condrodiningrat (1289 H) dan istrinya (1291 H).
Selain itu, ada juga makam R. Tumenggung Pratiktoningrat/ Kanjeng P. Sedolaut (tahun 1757 atau 1831 M); dan istrinya (tetapi tidak tertulis tahunnya); serta makam istri Patih Pati, yaitu Raden Ayu Sasmoyo.
Menurut sejumlah catatan sejarah, Pangeran Sedo Laut dikenal bukan hanya sebagai bupati, melainkan juga sebagai ulama. Dia selalu menyempatkan berkunjung ke masjid yang dibangunnya dan juga mengajarkan agama Islam.
Dinamakan Sedo Laut karena dia hampir setiap hari selalu berkunjung ke pinggir Laut Rembang. Tujuannya ke pantai adalah untuk mandi dan melaksanakan sholat tahajud di sana. Sampai suatu hari, Bupati Rembang ini tidak pulang ke rumah dan ditemukan sudah meninggal di pantai. Kemudian Pangeran Sedo Laut dimakamkan di belakang masjid tersebut.
Masjid ini terletak di tempat yang strategis, sehingga setiap harinya banyak umat Islam yang menunaikan shalat berjamaah di sini. Selain warga setempat, juga banyak musafir yang singgah.
Di samping itu masjid ini juga mengadakan pengajian selapanan yang diselenggarakan se-Kabupaten Rembang. Saat ini, Masjid Agung Rembang tidak hanya menjadi bangunan yang digunakan untuk beribadah, namun juga sebagai destinasi wisata religi dan sejarah. (Ditulis dari berbagai sumber)